Senin, 21 Maret 2011

^^ Que Sera, Sera ^^

When I was just a little girl,
I asked my mother, "What will I be?
Will I be pretty?
Will I be rich?"
Here's what she said to me:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be."


When I was just a child in school,
I asked my teacher, "What will I try?
Should I paint pictures?
Should I sing songs?"
This was her wise reply:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be."


When I grew up and fell in love,
I asked my sweetheart, "What lies ahead?
Will we have rainbows
Day after day?"
Here's what my sweetheart said:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be."


Now I have children of my own.
They ask their mother, "What will I be?
Will I be handsome?
Will I be rich?"
I tell them tenderly:
"Que sera, sera,
Whatever will be, will be;
The future's not ours to see.
Que sera, sera,
What will be, will be.
Que sera, sera!"

written by Jay Livingston and Ray Evans

Sebuah lagu keren tentang hidup sekarang dan hidup di masa depan. Lagu yang dipetik dari sound track film Alfred Htchcock ini menarik garis tegas untuk membatasi rasa takut. Seolah-olah hendak berpesan untuk hiduplah di masa sekarang!

Jangan takuti masa depan!. Jangan biarkan masa depan membuat manusia resah dan gelisah sejak saat ini. Jangan biarkan rasa resah dan gelisah menghalangi langkah manusia dalam mempersiapkan masa depan. Jangan sampai kebahagiaan saat ini dikacaukan oleh kekhawatiran tentang masa depan. Biarlah kekhawatiran masa depan berada di masa depan, jangan dipaksa hadir sekarang. Biarlah keindahan bunga-bunga padang rumput dimusim hujan menghiasi kehidupan manusia, tanpa diganggu pikiran bahwa bunga-bunga itu akan kering di musim kemarau.

Sabtu, 12 Maret 2011

_Kemarahan Nan Tak Terpuji_

Mami xyz memang punya kenangan pahit di usia remaja hingga dewasa muda. Latar belakang dan alur hidupnya sangat tak mengenakkan. Sehingga mudah sekali emosinya meninggi, “ngamukan” istilah orang-orang, terutama kepada seisi keluarga, yaitu suami, anak-anak dan pembantu rumah tangganya. Meskipun sempat tinggal di pondok mertuanya, kebiasaan itu tetaplah tak berubah, walhasil terbawalah adab-adab kemarahannya hingga hampir berusia senja. Saya pernah ikutan kena ‘getahnya’, Mami xyz termasuk orang yang harus selalu kuhormati, dan ternyata melalui dia jugalah ada “pelajaran hidup” yang bisa kupetik, termasuk tentang kesabaran dan keikhlasan menerima caciannya.

Tak sanggup kutuliskan segala caci maki yang dikeluarkan mami xyz pada sang suami, anak-anak, bahkan mertua dan sang pembantu, hingga pembantu rumah tangganya berganti-ganti lebih dari dua puluh kali dengan alasan ketidak-betahan di rumahnya. Sungguh kita akan tertipu dengan sikap manis dan ramah beliau terutama jika beliau berhadapan dengan rekan-rekan di kantor tempatnya bekerja. Sedangkan di rumah, menempeleng suami, anak, pembantu adalah hal biasa. Melempar barang ke arah orang-orang tercinta adalah perbuatan yang sering dilakukannya. Menuliskan SMS dengan hinaan dan menyebut lawan bicaranya dengan bahasa kebun binatang atau ‘setan iblis’ adalah hal yang sering ia kerjakan, naudzubillahi minzaliik.

Puluhan tahun hidupnya tak ada yang memberikan nasehat, tak berani barangkali. Undangan pengajian di RT atau RW, dll selalu dirobek dan dibuang ke tong sampah, bahkan sering langsung dibuang tanpa dibuka amplop undangannya apalagi dibaca. Sungguh menyedihkan keadaan “hampa hatinya”, jauh dari hidayah Allah SWT serta sinar kebaikan semesta.

Satu dasawarsa lalu, akhirnya sang anak sulung yang sudah dewasa dan sudah lelah dihina melulu memilih mengambil sikap tegas, dia sudah capek menghadapi si mami yang kasar, yang tiada henti-hentinya mengadu domba keluarga, kemudian tak segan-segan memfitnah hingga menyuruh menceraikan istri si anak, bahkan mami pernah mengumbar kalimat, “Pokoknya mami gak sukaaaaa sama istri kamu! Ceraikan dia atau anggap aja mami sudah mati!”. (Mengerikan sekali, naudzubillahi minzaliik). Sikap yang diambil si sulung itu adalah diam, yang biasanya menanyakan kabar lalu diajak berdebat setiap saat, atau biasanya menelepon guna tetap mengakrabkan diri—namun disambut hinaan yang tak berujung, akhirnya pilihan diam adalah jalan terbaik. Tak digubris lagi SMS dan telpon dari si mami. Hingga suatu hari di tahun kedua hubungan jauh ortu dan anak tersebut, mami xyz bertanya, “Ada apa, kok sekarang kamu berubah? Pasti pengaruh istri kamu yah?”, pertanyaan yang masih penuh prasangka buruk pada anak-anaknya.

Sang anak menjawab SMS maminya, “Tak ada yang berubah, tak ada yang mempengaruhi. Mami akan memahami sikapku dan dapat dekat dengan keluargaku jika mami mendekatkan diri pada Allah SWT, itu saja.” Ternyata mami xyz belum juga berubah, satu contoh ulahnya suatu hari ia mencari tau kantor si sulung itu. Ia temui rekan-rekan kerja anaknya, dan menghadap kepada boss anaknya untuk meminjam dana (yang jumlahnya cukup besar) dengan alasan sakit. Entahlah aliran cerita detailnya tak terlalu jelas kenapa sang boss dan rekan-rekan kerja si sulung bisa terpedaya mami xyz ini, waktu itu sang anak harus dinas di luar negeri. Jadi anaknya ini benar-benar tak tau prihal pinjaman tersebut, tidak menyangka bahwa si mami tega melakukan itu. Namun atas ulah mami xyz, di beberapa bulan setiap gajian, gaji sang anak sampai harus dipotong berjuta-juta rupiah, hingga si sulung dan istrinya lumayan syok sebab dana perbulan yang mereka bisa gunakan jadi amat menipis, bahkan untuk transportasi sehari-hari di Jakarta pun tak mencukupi lagi, apalagi buat membeli keperluan si kecil dan kebutuhan sehari-hari.

Sungguh dahsyat cobaan buat mereka, jikalau ada banyak peristiwa di media massa tentang penipuan dan sakit hati oleh rekan bisnis atau teman, pastilah lebih menyakitkan jika ditipu dan disikapi jahat oleh orang tua kandung sendiri. Bersyukurlah kita yang memiliki orang tua sholeh, beriman padaNYA, yang menjaga dan mendidik kita hingga kini. Tahukah engkau apa alasan mami xyz melakukan itu? Katanya “Saya marah… saya marah banget sama si sulung dan istrinya itu! Rasakan kemarahan saya, rasakan kesusahan mereka!”, bayangkan saja seperti wajah-wajah pemeran antagonis di sinetron televisi Indonesia kalau sedang merasakan ‘kemenangan’ saat kemarahannya terlampiaskan.

Suatu hari ibunda mami xyz meninggal dunia setelah beberapa hari terbaring sakit. Beliau sempat menitipkan nasehat-nasehat kepada anak-anaknya, yang mungkin masih diresapi oleh si mami. Sepulang dari pemakaman, mami xyz bercermin, ditatapnya kaca itu lekat-lekat, ada bulatan hitam melingkar di matanya (benar-benar mirip tokoh antagonis di film-film lah wajahnya), dipandangnya guratan-guratan penuaan pada dirinya, yang kini telah kehilangan ibu yang dikasihinya. Serta merta tubuhnya makin lemas, dan beberapa hari ia harus terbaring pula, harus istirahat akibat kondisi kesehatannya menurun. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura [26] : 30)

Tak berapa lama sejak peristiwa itu, mami xyz menggunakan kerudung, katanya hal tersebut adalah nazar yang sudah diucapkannya atas kesehatan diri serta kelulusan anak bungsunya memasuki sebuah PTN di Jakarta. Semoga perubahan mami xyz benar-benar karena memperoleh dan memeluk hidayah Allah SWT.

Sementara keluarga si sulung yang senantiasa dilimpahi keberkahan Allah SWT, selalu dilipat-gandakan rezeki-NYA, telah lama pula memaafkan mami xyz. Namun adalah sebuah noktah atau suatu bingkai cinta yang dibangun telah porak-poranda, maka saat telah bermaafan pun, bangunan berbingkai itu tak bisa utuh semula, banyak polesan plesteran, bekas robekan disana-sini bagi hati nan terluka, itulah buah kemarahan nan tak terpuji.

Adapun perbuatan si sulung merupakan contoh kemarahannya yang terpuji, kemarahan karena Allah SWT, karena al-haq, dan untuk membela agamaNya. Khususnya ketika perkara-perkara yang diharamkan Ilahi telah dilanggar. Orang tua adalah manusia biasa, pernah salah, keliru dan berdosa. Ini adalah catatan buat kita, dalam mendidik anak-anak, jangan sampai “sok kuasa”, anak-anak kita adalah amanahNYA, bukan “anak buah” atau pesuruh sebagaimana “bawahan kita” di kantor. Usia tujuh tahun pun, zaman ini, anak-anak bisa berargumentasi, dan kadang-kadang memang perkataan anak kecil pun adalah benar, misalkan saat Abang kecilku mengingatkan abinya, “Kok abi sholat maghribnya baru jam sekian sih…? Kan adzan tadi udah lama…?” (nah, lho…). Lalu dijawablah oleh abinya dengan alasan yang memang agak memalukan, “Iya, tadi abang duluan, gak nunggu sih, jadi abinya sampai hampir lupa… maaf yah, tadi email kantor harus segera dibalas…he he…”. Orang tua bisa khilaf, lupa, manusiawi.

Sedangkan tabiat amarah mami xyz janganlah ditiru, kemarahannya sungguh tercela, amarah yang merupakan ego diri tak terkontrol akibat perkara dunia. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam,“Berilah wasiat kepadaku.” Nabi menjawab,“Janganlah engkau marah.” Laki-laki tadi mengulangi perkataannya berulang kali, beliau (tetap) bersabda,“Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari)

Jika kemarahan mengendalikan seseorang, maka segala organ tubuhnya tidak terkontrol, lidah tak hentinya mengumbar makian, tangan memukul, kaki menendang, dan pertumpahan darah bisa terjadi. Ada banyak peristiwa seperti itu di sekeliling kita, termasuk diri kita sendiri jika lupa berta’awudz dan berwudhu, Allah SWT mengingatkan kita, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran [3] :133-134)

Ada pula berita tentang sosok dua sahabat baik, yang suatu ketika mereka berdebat hebat, tak ada yang mau terkalahkan, hingga salah satunya mengambil pisau di rumah dan membunuh sahabatnya tersebut. Sungguh tragis, kehilangan sahabat baik, dikuasai amarah, kehilangan kebebasan dengan harus mendekam di balik jeruji besi pula. Kalaulah sempat mendinginkan kepala, merunut-runut kejadian, bisa saja penyebab amukan kemarahan itu dikobarkan oleh pihak lain, dibumbui fitnah, dll. Semoga kita dapat mewaspadai prihal kemarahan ini, sebagai hambaNYA yang selalu menggali hikmah, kita ingin diri ini selalu berada dalam pengendalian dan bimbingan sejati dari-NYA.

Adapun baginda Rasulullah SAW memuji orang-orang yang mengendalikan diri, Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Siapakah yang kamu anggap sebagai shura’ah (orang kuat, jago gulat, orang yang banyak membanting orang lain)?” Kami menjawab,“Seseorang yang tidak dapat dijatuhkan oleh orang lain.” Beliau bersabda,“Bukan itu, tetapi shura’ah yaitu orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Muslim No. 2608)

Wallohu ‘alam bisshowab.

_The Universal Language of Manner_

Seringkali kita dihadapkan kendala berupa benturan budaya (cultural shock) dalam pergaulan kita. Apa yang baik di Indonesia belum tentu baik di negeri Arab. Apa yang umum di Arab belum tentu dapat diterima di India.

Begitu pula yang terjadi di China, Inggris, Afrika serta belahan bumi lainnya. Sebagai contoh, memegang kepala seseorang di Qatar bagi orang Arab merupakan salah satu bentuk ‘penghargaan, sayang, perhatian’ dan lain-lain arti yang positif. Namun hal ini tidak berlaku di Indonesia.

Sebaliknya, menepuk pantat seseorang di negeri kita (tentu saja sesama jenis: Red.) dalam batas-batas tertentu dapat diterima. Utamanya sesama teman. Tapi tabu di Arab dalam pergaulan.

Oleh sebab itu, mengukur kebaikan atau nilai perbuatan seseorang bisa jadi sifatnya sangat relatif karena budaya yang beragam ini.

Akan tetapi, sebenarnya ada tiga kosa kata (vocabulary) yang dapat dijadikan acuan untuk mengukur apakah seseorang itu sopan atau baik perilakunya dari sudut pandang percakapan. Percakapan ini memegang peran penting dalam pergaulan.

Dikatakan dalam suatu Riwayat bahwa ‘Lisan yang baik dapat mengantarkan kita ke Surga’. Itu berarti, bahwa baik buruknya seseorang dapat diukur melalui percakapannya. Kata-kata apa yang diucapkannya. Bukan karena duit, kekayaan atau cara berpakaiannnya. Apalagi karena ijazahnya.

Jika demikian, tiga buah kata-kata itu apa saja?

Sorry

Kata ‘maaf’ (sorry) sangat umum dan lazim digunakan. Apakah itu untuk membuka pembicaraan, meminta bantuan, kekuatiran menyinggung perasaan atau fisik orang lain, memohon pertolongan, menyita waktu seseorang, memulai pidato dan lain-lain.

Orang yang pelit menggunakan kata ‘maaf’ ini bisa saja dianggap tidak santun, kurang ‘tata krama’, tidak memiliki etika bahkan ‘kodo’ orang Jawa mengistilahkan. Karena itu, memulai kata ‘maaf’ jika kita bertemu pertama kali dengan seseorang yang tidak kenal merupakan expresi yang paling tepat, utamanya jika kita mau minta petunjuk atau memohon pertolongan. Betapapun amat kecil sekali ukurannya.

Misalnya: “Maaf Pak, menganggu sebentar boleh?” Ungkapan ini amat umum dipakai. Meski demikian sederhana, orang yang sombong, angkuh atau tinggi hati, merasa tidak perlu. Mereka menganggap penggunaan kata seperti ini berarti buang-buang waktu dan tidak efisien. Dalam Bahasa Inggris memiliki ekspresi lain, bukan hanya ‘sorry’ tapi juga: ‘Excuse me’ atau ‘ pardon me’ apabila kita meminta sang pembicara untuk mengulangi apa yang dikatakan lantaran kurang/tidak jelas perkataannya.

Thanks

Kata ‘terimakasih’ (thanks) sangat penting kedudukannya. Karena begitu utamanya dalam pembicaraan kita sehari-hari, sehingga orang yang jarang menggunakan kata ‘terimakasih’ ini dianggap sebagai orang yang pelit atau tidak pandai bersyukur.

Orang Inggris paling senang menggunakan kata ‘Thanks’ ini, sekalipun untuk urusan yang sangat sepele atau tidak perlu dalam pandangan kita. Misalnya: seorang anak yang diminta ayahnya untuk mengambilkan kertas kecil buat sang ayah yang sedang berbicara lewat telepon. Sang ayah bilang: ‘Trims!”

Begitu pentingnya penggunakan ekspresi ini, sampai-sampai orangtua tidak segan-segan setiap kali menggunakannya, dipakai di rumah serta disampaikan kepada anak-anaknya. Sesuatu yang jarang sekali dipraktikan oleh orang kita bahkan di India sana.

Kita, orangtua umumnya tidak menyampaikan kata ‘terimakasih’ atas pemberian atau bantuan yang diberikan oleh anak-anak terhadap kita. Apakah itu lantaran sudah kewajiban anak-anak terhadap orangtua atau karena hak orangtua untuk mendapatkannya? Wallau a’lam!

Yang jelas, dalam setiap akhir pembicaraan, pidato, surat menyurat, komunikasi lewat telepon, fax, sms, dan masih rentetan jumlah lainnya, ketika dibumbuhi dengan kata-kata ‘thanks’ ini, orang lain merasa dihargai atau dihormati.

Sebaliknya, orang yang jarang atau tidak mau menggunakannya bisa berisiko besar, lantaran dianggap sebagai orang yang tidak tahu diri, pelit serta tidak pandai bersyukur. Padahal dalam ajaran Islam, orang yang pandai bersyukur akan digandakan rejekinya serta ditambah nikmatnya.

Please

Kata ‘tolong’, ‘minta tolong, ‘mohon’ atau singkatnya ‘please’ dalam bahasa Inggris, tidak kalah penting peranannya guna mengangkat reputasi kita sebagai manusia yang beradab. Kata-kata maaf ini amat umum dipakai oleh orang-orang besar dalam banyak kesempatan. Mulai dari pertemuan formal, informal, surat menyurat, permohonan, meminta bantuan, sampai menutup sebuah pembicaraan yang disertai dengan himbauan, sekalipun pada hakikatnya himbauan ini bukan untuk kepentingan dia sendiri.

Betapa mulia kata-kata ‘tolong’ ini sehingga lantaran menggunakannya, orang lain bisa dibuat ‘takluk’, dan ‘terpaksa’ ‘menyetujui’ atau ‘memenuhi’ permintaan kita. Sebagai contoh: “Bisa minta tolong ambilkan penghapus spidol ya Mas?” pinta seorang guru terhadap siswanya. Sang siswa akan merasa dihargai, bukan diperintah, lantaran dimulai dengan kata-kata ‘tolong’ ini. Sebuah ungkapan yang mengandung nilai amat tinggi dalam pergaulan antar manusia.

Sebaliknya, orang akan mendapatkan predikat ‘sombong’, ‘angkuh’ atau ‘sok’ bila pelit menggunakan kata ini, seolah-olah dia bisa berdiri sendiri, tanpa bantuan orang lain. Dia memandang orang lain kecil, sementara dia lupa bahwa sekiranya berdiri dikejauhan, dia juga kelihatan kecil dalam pandangan orang lain.

Kesimpulan

Bisa saja kita tidak pandai berbicara. Pula tidak punya banyak harta, apalagi gelar. Akan tetapi, menguasai hanya tiga kosa kata ‘Maaf (sorry), Terimakasih (thanks) serta Mohon/Tolong (Please), percayalah, nama baik akan bisa terangkat.

Namun demikian, penggunaannya tentu saja harus dalam batas-batas yang wajar, bukannya obral, agar tidak terkesan bahwa kita ini seperti pelawak saja! Atau, main-main dengan ungkapan. Apalagi jika tidak diikuti dengan ekspresi wajah yang tulus. Percuma kita mengatakan ‘thanks, sorry atau please’ jika wajah kita cemberut dan mahal senyum.

Karena itulah, untuk menjadi orang yang baik, tiga kata tersebut bisa menjadi senjata ampuh, apakah untuk kepentingan sosial, keagamaan, bisnis maupun profesi. Tanpa pandang bulu.

Jika anda ingin sukses, ini kiat yang ampuh. Sebaliknya, betapapun modal anda besar dalam bisnis, gelar anda berentetan di depan dan belakang nama anda, tingkat pengetahuan anda selangit, jabatan anda tinggi, tanpa memiliki keterampilan menggunakan ketiga kata-kata tadi, cepat atau lambat, anda akan tahu hasilnya!

Wallahu a’lam!