Sabtu, 20 Agustus 2011

_Pantaskah Aku Merindukanmu?_

Siang itu bacaan Tartil Qur'an mulai terdengar, bukan lagi sayup – sayup terdengar di telingaku ketika acara pertemuan dengan rekan-rekan kerjaku di Bandung sudah hampir usai. Aku melirik jam dinding di ruang pertemuan yang sudah menunjukkan angka 11.30. Alhamdulillah acara selesai tepat waktu. Aku tersentak ketika bacaan itu adalah surah ''ARAHMAN ''. Setiap kali Allah menegurku dengan kalimat

فَبِأَيِّ آلَاء رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Aku turun dari lantai 2 setelah salah satu temanku dengan ramahnya meminjamkan sepasang sandal jepit. Masjid Al-Furqon, masjid kebanggaan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia itu tampak kokoh dan megah di depanku. Halaman yang luas dan rimbun membuat mata semakin segar, apalagi dibawahnya beberapa kelompok santri kecil sedang menambah hafalan Al Qur'an nya kayaknya. Subhanallah …

Aku ambil jalan memutar untuk memasuki areal Masjid agung itu sekedar menghindari kemacetan lalulintas. Sebagian mungkin saat pulang kerja karena hari Jum'at bertemu dengan jamaah yang sangat padat untuk mengikuti sholat Jum'at. Tak terasa teguran Allah sebanyak 31 kali itu menghujam dadaku, aku berjalan lunglai dan memendam malu yang yang luar biasa. Betapa banyak nikmat Allah yang tidak aku syukuri selama ini. Sampai Allah menegurku sebanyak itu. Aku malu ya Allah ….

Aku malu, ketika sebagian besar muslimin berebut untuk dapat duduk di shaft terdepan dengan datang ke masjid lebih awal, aku masih sibuk dengan kerja dan duniaku. Dan nggak tahu lagi pada saat masuk masjid aku sudah berada di shaft ke berapa? Padahal aku juga tahu rizki itu sudah ada kadarnya jadi nggak mungkin pindah ke orang lain. Pada saat hampir seluruh jamaah mengenakan baju muslim yang didominasi warna putih, aku bahkan masih harus mengenakan baju batik dengan aneka corak dan warna dengan tidak lagi mengenakan kopyah yang menurut beberapa ulama walaupun itu bukan keharusan namun itu adalah maruah ( kebanggaan) bagi muslimin dan sebagai alat untuk mencegah agar rambut kita tidak menghalangi jidat kita pada saat sujud pada-Nya.

Belum lagi karena kecapekan kerja mungkin, beberapa kali Jum'at ternyata hanya jadi ajang untuk pelepas lelah. Bukan lagi kantuk yang datang, bahkan sering mendengarkan khotbah hanya awal dan akhir aja. Selebihnya pulas tertidur. Padahal sepulang sholat Jum'at harusnya aku membagi isi khotbah kepada istri dan keluargaku. Apa yang akan aku bagi, sementara aku sendiri nggak tahu persis isi khotbahnya. Sementara beberapa jamaah yang sudah sepuh justru sangat antusias mendengarkan khotbah. Bagaimana aku nggak malu ya Allah?

Sandal jepit pinjaman itu aku ''parkir'' lurus tepat dengan pintu masuk untuk memudahkan saya mengingatnya. Maklum sandal pinjaman, kuatir tertukar dengan yang lain. Subhanallah, masjid ini indah dan luas sekali. Seperti perkiraanku semula, aku sudah harus menempati shaft ke 15 kayaknya. Setelah sholat tahiyatul masjid aku duduk lurus searah dengan tempat mimbar dengan harapan aku bisa konsentrasi pada saat mendengarkan khotbah Jum'at. Shaft terdepan diisi oleh para alim ulama Bandung dengan jubah dan sorban putih yang menambah wibawa dan membuatku membayangkan para sahabat Rasulullah yang dengan seksama akan mendengarkan dan mentaati semua perintah Allah dan Rasulullah.

Jamaah yang duduk persis di depanku tiba–tiba berdiri dan meninggalkan shafnya, mungkin batal wudhu pikirku. Begitu dia keluar, salah seorang jamaah lewat di sampingku untuk mengisi shaft yang kosong tadi. Kali ini perhatianku justru bukan tertuju pada seorang pemuda yang mungkin berusia sekitar 20 tahunan itu, tetapi justru pada jaket yang ia pergunakan. Dibelakang jaket hitam itu terpampang tulisan yang cukup menyolok ''MAJELIS PECINTA RASULULLAH''.

Kini perasaanku semakin campur aduk nggak karuan. Tulisan besar itu menggetarkan hatiku. Aku iri dengan umur segitu mereka begitu mencintai Rasulullah dengan caranya sendiri. Tidak semua orang berani dan berbangga hati dengan kecintaannya kepada Rasulullah. Apalagi kaum muda. Mereka lebih enjoy dan PD ketika memakai baju, kaos atau jaket yang bergambar artis atau bahkan nama tokoh sepakbola yang mereka idolakan. Bahkan ''seragam'' seperti itu sudah biasa masuk masjid.

Bagai dikuliti rasanya badanku. Gemetar aku, teringat betapa aku mencintai Rasulullah mungkin baru sebatas pada ungkapan rasa cinta, belum menyentuh substansi dan ruh cinta itu sendiri.
Padahal Rasulullah tidak pernah berhenti memikirkan kita, umatnya. Bukan saja pada saat beliau sehat namun pada saat menjelang beliau wafatpun yang ditanyakan kepada malaikat Jibril adalah keadaan umatnya. Sebuah sosok agung yang tidak akan seorangpun dan mahkluk apapun bisa menandingi keluhuran budi Rasulullah.

Aku malu ya Rasul ..
Kalau selama ini aku baru mampu membaca sholawat atasmu kalau sedang melakukan sholat dan duduk tasyahud. Padahal aku juga tahu kalau sholawat terhadapmu bisa di ucapkan kapan saja baik di dalam sholat maupun di luar sholat. Begitu perhitungannya aku kepadamu, dan baru sampai segitu yang aku lakukan selama ini. Alangkah lucunya kalau bilang cinta tapi jarang atau bahkan tidak pernah menyebut dan memanggil namanya.

Bahkan beberapa hari yang lalu aku sempat dibuat bingung oleh keponakanku yang berumur 4 tahun. Entah darimana setelah pulang bermain di dekat musholla tiba–tiba Muhammad Zaidan kecil itu nanya ke seisi rumah tentang lantunan sholatun bisalamil mubin... .Akhirnya setelah dipancing dengan beberapa pertanyaan ringan, terbukalah teka–teki itu. Rupanya pada saat bermain di rumah Ridho bersama semua temannya oleh orang tua si Ridho di putarkan vcd sholawat yang dilantunkan Habib Syeh dengan suara khas dan syahdu itu.

Alhadulillah ya Allah, mereka yang masih kanak–kanak itu sudah tertarik dengan sholawat dan pujian kepada Rasulullah yang tentu berbeda dengan pujian kepada-Mu ya Rabb. Mereka memuji keagungan akhlak Rasulullah walaupun dengan bahasa dan maksud yang belum mereka mengerti. Tapi aku yang usiaku sudah masuk waktu '' Asar '' atau bahkan menjelang Magrib ini masih malu-malu menyanjungmu, padahal syafaatmu sangat aku nantikan kelak pada saat semua orang membutuhkan itu apalagi diriku yang penuh dosa ini.

Bahkan bacaan sholawat Badar, maulid Habsyi atau kitab Al Barzanji yang dulu waktu kecil sering aku ikuti, saat ini entah kemana. Dulu waktu kecil dengan tidak tahu artinya saja aku begitu bersemangat kalau malam Jum'at diisi pembacaan sholawat dan Al Barzanji. Kini justru dengan semakin mengertinya aku bahwa disana ditulis sejarah kelahiran nabi, silsilah dan perjuangan nabi justru aku mulai melupakannya. Walaupun kadang–kadang pada saat dengar maulid itu dibacakan air mataku deras mengalir karena menahan kerinduan.

Aku sangat malu ya Rasul ….
Pada saat engkau ajarkan kepada kami bagaimana akhlakmu bertetangga yang aku ketahui dari beberapa hadits pada saat yang sama aku masih sering membuat jengkel tetangga kanan kiriku. Padahal aku tinggal ditengah–tengah mereka. Bahkan aku masih lebih suka meyimpan makanan yang di olah oleh istriku untuk besok daripada berbagi dengan tetangga padahal mereka mencium aroma masakan istriku.

Apalagi saat Ramadhan seperti ini, sepertinya aku masih lebih bersemangat menunggu datangnya Idul Fitri dari pada berjuang mengendalikan nafsu dan belajar ''sedikit merasakan'' kesulitan mereka yang oleh Allah di coba dengan kekurangan dan keterbatasan secara materi. Padahal pada saat engkau tidak memiliki sesuatu di rumah maka engkau jadikan hari itu sebagai hari puasa sunahmu. Dengan begitu tidak ada hari yang tidak bermanfaat bagimu, apapun kondisinya.

Bahkan semangat ramadhan yang engkau jalani dengan berbagai keadaan dan bahkan harus menghadapi musuh–musuhmu di medan perang, sepertinya belum menancap kuat di hatiku. Padahal sering kali masalah itu dibahas oleh beberapa ustadz pada saat mengisi kultum Tarawih untuk menguatkan niat shaum kaum muslimin. Aku masih senang dengan mengambil manfaat tidur waktu puasa adalah ibadah. Padahal aku juga tahu semakin berat tantangan puasa kita Insya Allah semakin besar nilainya di sisi Allah, karena untuk urusan puasa Allah sendiri yang akan menghitung dan memberikan pahala.

Sepuluh hari terakhir adalah hari yang engkau perjuangkan dengan sungguh–sungguh bersama para sahabat untuk I'tikaf dan menunggu datangnya Lailatul Qodar. Sementara aku dengan alasan siangnya masuk kerja sangat takut untuk sekedar menahan kantuk di sepuluh malam terakhir. Qiyamul lail yang aku kerjakan juga masih dalam hitungan ''sekedarnya'', sementara engkau yang oleh Allah dijamin dengan rahmat dan ampunan bahkan surga pun masih melakukan qiyamul lail sampai bengkak kakimu. Subhanallah.

Jujur aku sangat malu kepadamu ya Rasulullah, sekian banyak kebaikkan yang sudah engkau contohkan kepada kami, tapi nggak tahu baru berapa jari yang habis untuk menghitung apa yang sudah aku lakukan untuk mengikuti sunahmu. Sering aku rindukan engkau, rindu dengan belaian dan bimbingan tanganmu yang oleh Allah dipenuhi dengan rahmat, bahkan setiap malam aku merindukan untuk bermimpi bertemu denganmu walaupun aku sangat menyadari apakah aku pantas berharap seperti itu. Aku tetap berharap kepada kemurahan Allah agar bisa dipertemukan denganmu. Ya Allah sampaikan sholawat, salam dan kerinduanku kepada rasulullah. Allahumma sholli ala Muhammad ….

_Saat Dia tak Memilihku_

Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, matahari bersinar sangat terik siang itu. Hujan telah lama tak membasahi bumi tempat kelahiran Tuanku Imam Bonjol seorang pahlawan kebangaan penduduk Sumatera Barat itu, sehingga debu beterbangan kian kemari, sesekali melesat masuk kerongga mata yang tak pelak akan membuat si empunya mata akan merasa perih.

Indah mempercepat langkahnya, yang ada difikirannya sa’at ini adalah segera sampai di kantor tempat dia bekerja, kebetulan hari ini dia masuk agak telat karena malam tadi pukul 9 WIB neneknya meninggal, jadi dia harus masuk kerja setelah acara pemakaman selesai.

“Aduh.. panas nya…” Indah membatin , seraya mengayunkan secarik kertas ke wajahnya sehingga membuat jilbab hitam yang ia kenakan menari kian kemari. Langkahnya terhenti tatkala sebuah angkutan umum berhenti disampingnya, diapun lalu menaiki angkutan umum berwarna hijau tua itu. Rasa lelah dan gerah sedikit berkurang karena angkot melaju dengan cepat sehingga angin menyeruak masuk dan ikut nongkrong di dalam angkot . Didalam angkot itu tak hanya dia sendiri ,ada beberapa anak sekolahan dan ibu-ibu yang sepertinya juga habis dari kantor dan sekolahnya masing-masing. Semua larut dalam fikiran masing-masing. Kali aja mereka mikirin menu buka puasa untuk kelurga di rumah,bisik Indah dalam hatinya, kebetulan hari ini adalah hari ke empat puasa Ramadhan.


“Stop di depan ya Pak….” seru Indah, diapun turun dengan tak lupa membayar sewa dan ucapan terima kasih kepada pak Sopir karena dia telah sampai di depan kantornya dengan selamat, dan tentunya atas izin Allah jua.

Setelah selesai membereskan ruang kerjanya,Indah kembali berkutat dengan perkejaan nya, komputerpun dinyalakan. Diawali dengan menyelesaikan semua laporan keuangan karena akan segera di kirim ke pimpinan yang sekarang sedang berada di luar kota.

Setelah semua selesai, untuk mengisi waktu luangnya, Indah membuka Yahoo massanger, niat hatinya untuk menyapa sang kakak yang sedang sibuk bekerja di kantornya, di pulau seberang. Meskipun tak pernah bertatap muka, tapi bagi Indah itu lebih dari cukup, karena baginya untuk menjadi saudara itu tak selalu harus dengan orang yang berada disekitar atau harus selalu dengan orang yang dekat dengan kita atau sedarah, Karena menurutnya umat muslim itu bersaudara.

“ Assalamu’alaikum wr wb kak…udah sholat dzuhur blum, selamat beraktifitas” sapa indah singkat, karena dia tau, jam segini pasti kakanya udah sholat. Karena waktu daerah mereka berbeda 1 jam.”
“ Wa’alaikumsalam wr wb.. alhamdulillah sudah Dik, kok baru nongol jam segini..?” tanya sang kakak.

“ ia kak..habis dari makam.. nenek meninggal” jawab Indah singkat”.
“ Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’un.” balas sang kakak dari seberang sana.

Saat mereka dengan asik bercerita, tiba-tiba masuk sebuah email dari salah seorang teman Indah, isi emailnya tentang undangan pernikahan temannya itu. Di sana terpampang jelas sebuah gambar undangan pernikahan lengkap dengan foto prawedding sang teman, Indah sedikit terkesima melihat foto sang mempelai laki-laki. Indah kaget bercampur haru. Ternyata si lelaki adalah seseorang yang selama ini Indah sukai, meski itu dalam diam.


Meskipun mereka pernah dekat, tapi itu hanya sebatas teman biasa, dan Indahpun tak pernah punya nyali untuk mengutarakan isi hatinya,kecuali pada diary yang senantiasa setia mendengar setiap curhatan Indah. Paling-paling indah hanya menuangkan dalam sebuah puisi.


Di penghujung senja..
Duduk termenung seorang diri…
Galau tak menentu..
Resah tak karuan..


Sedih..tapi tak tau sebabnya apa
Ku hanya tau…rasa itu mulai menggerogotiku lagi....
Dia mulai menghantui hatiku lagi..


Rasa takut kehilangan…
Rasa cemburu yang membuat dada sesak..
Rasa rindu pada sosok yang masih belum halal bagiku


Kemana harus kumengadu…

Ke langit biru…? Dia malah menertawakanku..seraya berkata “ salahmu wahai temanku…karna kau tak sabar menyinsing waktu”..


Akupun tertunduk….dan berkata..” kau benar”..

Akupun mengeluh pada angin yang menderu....

Dan dia berucap “bukankah kau tau teman…bermain hati akan mengotori hatimu sendiri…?”

Benar pula apa yang kau kata wahai angin…

tapi.....

Belum selesai aku membalas kata’nya…
Matahari yang siap masuk ke peraduannya menyela

“ Temanku sayang….lupa kah kau bahwa Allah akan Menguji kamu pada hal yang cenderung sangat kamu cintai dan sayangi…Allah akan menilai Imanmu disana…dan kau juga perlu ingat bahwa nafsu dan syetan juga selalu mengintai ….”

Aku Terperangah mendengar kata’ nya….lidahku kelu..ingin ku ucapkan beribu kata untuk memenangkn hati dan perasaanku…tapi sia’..aku tak mampu

Ya Allah…Aku harus gimana…agar hatiku kembali tentram…agar hilang sesak didada…

Aku Kembali Tertunduk…

Dari kejauhan aku medengar suara halus yang selama ini setia mengingatkanku,,,dia berucap


..” Wahai kekasihku…Sabar….Lupakah kau akan tujuan Hidup yang sesungguhnya…? Lupakah kau akan inginmu…inginku…Lupakah kau…Hakikat Cinta yang sesungguhnya..? apa perlu ku ingatkan kembali bahwa Cinta yang Sesungguhnya itu hanya untuk Allah..? tak rindukah kau menjadi salah seorang Hamba yang selalu dirindukan Allah.. menjadi hamba yang disayangi malaikat’ dan Rosulnya..?


aku tau tak mudah tuk mencapai itu semua…akan banyak rintangan yang harus kau lalui..dan itu PASTI…!

Aku mengerti perasaanmu…aku tau apa yang kau rasa..kau cemburu..? takut akan kehilangan…? Sadarkah kau wahai temanku….Sosok itu belum halal bagimu..atau mungkin takkan pernah menjadi milikmu..! janganlah kau siksa batin dan fikiranmu..tak Ibakah….? Sabarlah hingga waktu yang tlah ditentukan...."

Ahh….Nuraniku…trimaksih tlah mengingatkanku selalu…


Indah merasakan ada tetesan bening jatuh dipipinya yang agak tirus, Karena beberapa hari ini dia memang kurang istrahat disebabkan harus lembur setiap malamnya.

Sedih dan bahagia bercampur jadi satu.

Bahagia karena sahabatnya Intan mendapatkan suami yang sholeh, seorang lelaki yang dia tau latar belakangnya. Laki-laki yang baik dan bertanggung jawab, yang juga telah mengisi relung hatinya selama ini.

Nama yang sering mengisi dalam sholat malam nya, dan ternyata Allah telah menjawab doa’-do’anya.. bahwa si pangeran memanglah bukan untuk dirinya, Akan tetapi untuk sahabat yang sangat dia sayangi, seorang sahabat yang telah ikut andil sehingga dia dengan sepenuh hati menggunakan kerudung hingga saat ini.

Dan Indah mengerti mencintai tak mesti menikahi. Akan tetapi menikahi haruslah mencintai yang dinikahi, sesusah apapun itu.

Dia teringat suatu firman Allah Surah An-Nur ayat 26


”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).”


Sebuah senyum kecil kembali mengembang di bibirnya, dia menghela nafas panjang dan kembali mengumpulkan puing-puing tenaga yang sempat tercecer karena menerima surat undangan itu. Dan dengan segenap kesabaran dan pengharapan kepada sang Maha Pemilik hati, dia hanya berharap agar Allah mempertemukan dia dengan seseorang yang telah di takdirkan Allah untuk dirinya. Tak lagi mau mendikte Allah.

Karena Boleh jadi yang kita pandang baik untuk kita sebenarnya belum baik dimata Allah
Bahwa pilihan Allah lah yang pasti terjadi dan tidak pernah salah

Selamat Menempuh Hidup Baru wahai Sahabatku…

Selasa, 16 Agustus 2011

Seperti Spasi, Kosong tapi Berarti


Penerbit : Afian Publishing
Penulis : Melsya TK
Harga : Rp. 30.000,-
ISBN : 978-602-97470-3-4