Sabtu, 24 April 2010

_PERJALANAN MUSIK DANGDUT_


Jujur saya pribadi tidak terlalu menyukai musik dangdut, isi playlist yang ada di komputer saya pun nihil akan lagu yang berirama dangdut. Tapi saya tidak menutup telinga ketika lagu dangdut menggema saat saya di angkot atau sedang berada di pasar tradisional.
Musik dangdut memang mempunyai irama tersendiri yang membuat musik ini akrab di telinga masyarakat Indonesia. Irama musik dangdut itu merupakan percampuran dari irama melayu dengan sentuhan musik india dan arab (dalam alat musiknya). Bahkan, seiring dengan trend musik yang ada di Indonesia, dangdut juga mendapat sentuhan irama pop, rock, atau pun house music.
Musik dangut lahir di Indonesia sekitar tahun 1940-an. Namun pada saat itu musik yang lengket dengan tabuhan gendang ini belum bernama dangdut. Kata ”dangdut” sendiri berasal dari suara gendang yang menghasilkan bunyi ”dang” dan ”dut”. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa istilah dangdut ini pada awalnya merupakan ejekan sebagian musisi rock terhadap jenis musik yang berakar dari musik melayu deli dan india.
Memasuki tahun 1950 adalah A. Haris yang mulai mempelopori musik dangdut dengan hitsnya yang bejudul Kudaku Lari. Di lagu ini A. Haris telah memasuki unsur musik India pada aransemennya.
Di tahun 1950-1960an ini pula musisi dangdut yang lain mulai mencuat namanya, seperti Said Effendi dengan lagu Serojanya, Hussein Bawafie pencipta lagu Boneka dari India dan P. Ramlee penyanyi asal Malaysia yang terkenal dengan lagu Engkau Laskana Bulan.
Selain dijejali dengan penyanyi-penyanyi terkenal, pada tahun ini grup musik dangdut atau yang lebih dikenal dengan sebutan Orkes Melayu (OM) juga mulai berkembang. Mereka biasa tampil dalam panggung-panggung hiburan rakyat atau dalam acara pernikahan. Instrumen yang mereka gunakan masih lengket dengan instrumen musik Arab dan India seperti gambus dan rebana.
Musik dangdut kontemporer mulai muncul pada tahun 1970-an di mana Rhoma Irama dan Soneta grupnya mulai memasukkan unsur Barat seperti penggunaan gitar listrik, organ elektrik, terompet, dan saksofon. Hal ini juga menambahkan pencampuran jenis musik baru dalam tubuh dangdut, yaitu musik rock.
Jika dilihat dari perkembangan musik Indonesia sendiri pada waktu itu, memang masyarakat Indonesia sedang heboh-hebohnya dengan musik rock. Sehingga bisa disebut pada saat itu terdapat dua kubu yang sedang bersaing dalam popularitas: dangdut dan rock.
Apa yang dilakukan si ”Raja Dangdut” Rhoma Irama ini memang menciptakan warna baru dalam musik dangdut. Lagu-lagunya tidak melulu mendayu-dayu dan mengajak kita bersedih hati tapi juga membangkitkan semangat dan mengajak kita berjoget ria dengan irama barunya itu.
Tak hanya nama ia saja yang bersinar pada tahun tersebut. Elvi Sukaesih, Mansyur S, dan A. Rafiq termasuk penyanyi yang berjaya dan menjadi ikon musik ini.
Akhir 1970-an variasi musik dangdut bertambah lagi dengan memasukkan unsur humor jenaka dalam liriknya. Grup Orkes Melayu Pancaran Sinar Petromak (PSP) adalah salah satu grup musik yang meramaikan kancah musik di penghujung tahun 70-an itu. Salah satu ciri grup musik ini adalah lagu yang mereka bawakan merupakan lagu-lagu barat yang ditransformasi dalam irama dangdut yang membuat kita bergoyang riang. Selain itu ada pula grup OM Pengantar Minum Racun (PMR) yang membawakan musik dangdut dengan musik dan lirik yang jenaka. Jenis dangdut dengan unsur humor ini mulai ramai kembali pada tahun 2000-an yang dimotori oleh grup Pemuda Harapan Bangsa (PHB).
Memasuki tahun 2003, musik ini mulai menimbulkan kontroversi. Inul daratista bisa disebut sebagai pemicu kontroversi ini karena goyang ngebornya yang terkesan erotis. Bahkan Rhoma Irama dan beberapa Forum Islam pun sempat mengecam Inul dan menyuruhnya untuk berhenti bernyanyi.
Inul merupakan cikal bakal lahirnya beberapa penyanyi dangdut yang ingin mendapatkan popularitas dengan sensasi-sensasi seperti itu. Sekarang sudah banyak istilah goyangan yang melekat di nama penyanyinya seperti Annisa Bahar dengan goyang patah-patah, Dewi Persik dengan goyang gergaji, Uut Permata Sari dengan goyang ngecor, dan Ira Swara dengan goyang vibratornya.
Selain goyangannya, pakaian yang mereka pakai juga kerap menambah kesan erotis dengan belahan dada yang rendah ataupun pakaian yang sangat ketat sehingga setiap lekuk tubuh mereka sangat terlihat jelas.
Walaupun musik ini telah melahirkan kontroversi namun ia tetaplah musik yang merakyat. Musik yang dinikmati hampir seluruh masyarakat Indonesia. Mulai dari tukang becak sampai pejabat menyukai musik dangdut. Hal ini juga menunjukkan bahwa dangdut bukan hanya untuk konsumsi masyarakat kelas bawah saja tapi ia universal bisa untuk siapa saja. Anda sendiri bagaimana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar