Kamis, 20 September 2012

Ngarot


Mendeskripsikan video "Ngarot" yang dikasih Prof. Iyus Rusliana, SST. Harusnya sambil dicantum juga nih videonya tapi ntar lah ya..koneksinya masih jelek..haaaha
 
Ngarot adalah sebuah produk budaya yang dihasilkan oleh masyarakat desa Lelea, sebuah desa yang anggota masyarakatnya merupakan warga pesisir. Hal tersebut terlihat dari dialek dan beberapa panganan ciri khas masyarakat yang tinggal di dekat laut. Hihid dalam bahasa Sunda yang merupakan alat untuk mengibas udara menjadi indikator bahwa di tempat tersebut cuacanya panas, layaknya cuaca siang hari di laut nusantara pada umumnya. Masyarakat agraris yang bermatapencaharian sebagai petani maupun nelayan mempunyai cara tersendiri dalam mengekpresikan suatu bentuk rasa syukur dan gotong royong mereka dalam sebuah produk budaya atau kesenian, salah satunya yakni budaya ngarot. Berikut sekilas mengenai deskripsi budaya ngarot di desa Lelea.
Di dalam video yang disajikan dalam proses budaya ngarot, di sana terdapat pasar yang menyajikan panganan yang terbuat dari olahan buah, hasil pertanian, tepung, dan sebagainya. Makanan tersebut tentunya dihasilkan oleh masyarakat yang bercirikan masyarakat agraris. Namun seiring dengan berjalannya waktu, tentunya perubahan yang terdapat dalam perilaku maupun perwujudan budaya masyarakat desa Lelea mengalami banyak perubahan dan dipengaruhi oleh berbagai unsur-unsur tertentu. Baik makanan, agama, kesenian, serta unsur budaya lainnya pun akan senantiasa bergerak secara dinamis, di mana pun budaya itu tumbuh.
Sinkretisme kerap terjadi dan mewujud dalam berbagai bentuk budaya serta kesenian di nusantara, termasuk juga di dalam budaya ngarot. Islam sebagai agama baru di nusantara namun menjadi agama dengan jumlah populasi paling besar, kini sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan maupun kesenian di nusantara. Sinkretisme yang terjadi dalam ngarot merupakan perpaduan antara keyakinan animisme dan Islam, salah satu wujudnya terdapat dalam helaran yang singgah di sebuah mesjid sebelum ke kantor desa. Dan di sisi lain, terdapatnya sesajen yang digantung, sesajen merupakan perwujudan dari keyakinan masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, namun dalam Islam hal tersebut sebenarnya dilarang. Sepertinya tolak bala dan rasa syukur terhadap alam menjadi sumber atau landasan, mengapa sesajen tersebut tetap ada di tengah-tengah agama Islam yang dianut oleh masyarakat desa tersebut.
Fungsi dari musik yang disajikan dalam ngarot terdiri dari dualitas yang menjadi penyajian sebuah paradok pada waktu yang bersamaan. Di satu sisi, musik dihadirkan semata-mata hanya untuk hiburan, dan di sisi lainnya musik disajikan untuk proses upacara ritual, kedua-duanya disajikan dalam tempat yang berdekatan dan dalam waktu yang serempak. Dari hal tersebut dapat diperkirakan bahwa masyarakat tersebut memiliki keyakinan terhadap hadirnya arwah leluhur maupun hanya sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur ketika musik yang disertai dengan tarian tersebut disajikan dengan sakral dan mistis. Tempo yang disajikan dalam musik tersebut awalnya cepat, lama-kelamaan melambat, repetisi secara terus menerus mampu membawa penari yang menari dalam upacara tersebut seperti memasuki wilayah trance. Sepertinya masyarakat desa tersebut meyakini bahwa ada makhluk lain selain manusia yang mengikuti helaran acara ngarot tersebut. Penari laki-laki berada di arena yang sakral, dan sebaliknya penari perempuan menari di arena hiburan, disertai oleh laki-laki yang memberikan saweran. Begitu menarik dan kontras memang, menjadi perkawinan dualitas yang menjadi paradok menakjubkan dalam suatu kebudayaan.
Pada intinya, hampir semua upacara ritual yang dilaksanakan di nusantara merupakan sarana untuk bersilaturahmi dan gotong-royong. Baik itu secara nyata maupun sebagai sarana ibadah dalam menjalankan suatu keyakinan. Dari mulai persiapan upacara, hiburan dan segala hal yang terdapat dalam ngarot, semuanya dilakukan secara gotong royong, hingga acara tersebut dilaksanakan, semua elemen dan semua warga desa tersebut ikut terlibat. Hal demikian mencerminkan cermin silaturahmi yang begitu kuat.
Terdapat banyak sekali simbol yang dihadirkan dalam acara ngarot. Hampir semua simbol tersebut merupakan refleksi dari hasil bumi maupun kehidupan ini secara utuh. Baik itu dari warna yang kontras, dandanan yang eksotis, serta ornamen bunga-bunga yang dipakai oleh beberapa perempuan yang mengikuti helaran tersebut. Ada beberapa materi yang diberikan oleh kepala desa kepada beberapa orang warga dalam upacara ngarot sebagai wujud penghargaan berupa air dalam botol yang diletakan di dalam gerabah, beras, cangkul, bibit tanaman, gula, dan lain-lain.
Setelah melihat penayangan video  penyajian upacara ngarot, maka  saya  merasa  masih  banyak  hal  lain  yang  perlu  diketahui  mengenai kesenian ngarot.  Selain  itu  saya  berharap  agar  kesenian  ngarot  yang  masih kurang  dikenal  dapat  lebih  diangkat  dan  dipublikasikan  di  tengah  kehidupan masyarakat  luas.  Karena  kesenian ngarot  merupakan  salah  satu  warisan  leluhur yang bersifat turun temurun. Sehingga kewajiban kita sebagai generasi muda dan generasi  penerus  bangsa  adalah  senantiasa  menjaga  dan  melestarikan  kesenian tradisional sebagai kekayaan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar