Mendeskripsikan video "Ngarot" yang dikasih Prof. Iyus Rusliana, SST. Harusnya sambil dicantum juga nih videonya tapi ntar lah ya..koneksinya masih jelek..haaaha
Ngarot
adalah sebuah produk budaya
yang dihasilkan oleh masyarakat desa Lelea, sebuah desa yang anggota
masyarakatnya merupakan warga pesisir. Hal tersebut terlihat dari dialek dan
beberapa panganan ciri khas masyarakat yang tinggal di dekat laut. Hihid dalam bahasa Sunda yang merupakan
alat untuk mengibas udara menjadi indikator bahwa di tempat tersebut cuacanya
panas, layaknya cuaca siang hari di laut nusantara pada umumnya. Masyarakat
agraris yang bermatapencaharian sebagai petani maupun nelayan mempunyai cara
tersendiri dalam mengekpresikan suatu bentuk rasa syukur dan gotong royong
mereka dalam sebuah produk budaya atau kesenian, salah satunya yakni budaya ngarot. Berikut sekilas mengenai
deskripsi budaya ngarot di desa Lelea.
Di dalam video yang disajikan dalam proses
budaya ngarot, di sana terdapat pasar
yang menyajikan panganan yang terbuat dari olahan buah, hasil pertanian,
tepung, dan sebagainya. Makanan tersebut tentunya dihasilkan oleh masyarakat
yang bercirikan masyarakat agraris. Namun seiring dengan berjalannya waktu,
tentunya perubahan yang terdapat dalam perilaku maupun perwujudan budaya
masyarakat desa Lelea mengalami banyak perubahan dan dipengaruhi oleh berbagai
unsur-unsur tertentu. Baik makanan, agama, kesenian, serta unsur budaya lainnya
pun akan senantiasa bergerak secara dinamis, di mana pun budaya itu tumbuh.
Sinkretisme kerap terjadi dan mewujud dalam
berbagai bentuk budaya serta kesenian di nusantara, termasuk juga di dalam
budaya ngarot. Islam sebagai agama
baru di nusantara namun menjadi agama dengan jumlah populasi paling besar, kini
sangat mempengaruhi perkembangan kebudayaan maupun kesenian di nusantara.
Sinkretisme yang terjadi dalam ngarot
merupakan perpaduan antara keyakinan animisme dan Islam, salah satu wujudnya
terdapat dalam helaran yang singgah di sebuah mesjid sebelum ke kantor desa.
Dan di sisi lain, terdapatnya sesajen yang digantung, sesajen merupakan
perwujudan dari keyakinan masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, namun dalam
Islam hal tersebut sebenarnya dilarang. Sepertinya tolak bala dan rasa syukur
terhadap alam menjadi sumber atau landasan, mengapa sesajen tersebut tetap ada
di tengah-tengah agama Islam yang dianut oleh masyarakat desa tersebut.
Fungsi dari musik yang disajikan dalam ngarot terdiri dari dualitas yang
menjadi penyajian sebuah paradok pada waktu yang bersamaan. Di satu sisi, musik
dihadirkan semata-mata hanya untuk hiburan, dan di sisi lainnya musik disajikan
untuk proses upacara ritual, kedua-duanya disajikan dalam tempat yang
berdekatan dan dalam waktu yang serempak. Dari hal tersebut dapat diperkirakan
bahwa masyarakat tersebut memiliki keyakinan terhadap hadirnya arwah leluhur
maupun hanya sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur ketika musik yang
disertai dengan tarian tersebut disajikan dengan sakral dan mistis. Tempo yang
disajikan dalam musik tersebut awalnya cepat, lama-kelamaan melambat, repetisi
secara terus menerus mampu membawa penari yang menari dalam upacara tersebut
seperti memasuki wilayah trance. Sepertinya
masyarakat desa tersebut meyakini bahwa ada makhluk lain selain manusia yang
mengikuti helaran acara ngarot tersebut.
Penari laki-laki berada di arena yang sakral, dan sebaliknya penari perempuan
menari di arena hiburan, disertai oleh laki-laki yang memberikan saweran.
Begitu menarik dan kontras memang, menjadi perkawinan dualitas yang menjadi
paradok menakjubkan dalam suatu kebudayaan.
Pada intinya, hampir semua upacara ritual yang
dilaksanakan di nusantara merupakan sarana untuk bersilaturahmi dan
gotong-royong. Baik itu secara nyata maupun sebagai sarana ibadah dalam
menjalankan suatu keyakinan. Dari mulai persiapan upacara, hiburan dan segala
hal yang terdapat dalam ngarot,
semuanya dilakukan secara gotong royong, hingga acara tersebut dilaksanakan,
semua elemen dan semua warga desa tersebut ikut terlibat. Hal demikian
mencerminkan cermin silaturahmi yang begitu kuat.
Terdapat banyak sekali simbol yang dihadirkan
dalam acara ngarot. Hampir semua
simbol tersebut merupakan refleksi dari hasil bumi maupun kehidupan ini secara
utuh. Baik itu dari warna yang kontras, dandanan yang eksotis, serta ornamen
bunga-bunga yang dipakai oleh beberapa perempuan yang mengikuti helaran
tersebut. Ada beberapa materi yang diberikan oleh kepala desa kepada beberapa
orang warga dalam upacara ngarot sebagai
wujud penghargaan berupa air dalam botol yang diletakan di dalam gerabah,
beras, cangkul, bibit tanaman, gula, dan lain-lain.
Setelah melihat penayangan video penyajian
upacara ngarot, maka saya merasa masih
banyak hal lain
yang perlu diketahui
mengenai kesenian ngarot. Selain itu saya
berharap agar
kesenian ngarot yang
masih kurang dikenal dapat
lebih diangkat dan
dipublikasikan di tengah
kehidupan masyarakat luas. Karena
kesenian
ngarot merupakan
salah satu warisan
leluhur yang bersifat turun temurun. Sehingga kewajiban kita sebagai
generasi muda dan generasi penerus bangsa
adalah senantiasa menjaga
dan melestarikan kesenian tradisional sebagai kekayaan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar